Rabu, 30 April 2014

Kode Etik Profesi Wartawan

Wartawan adalah profesi yang cukup "disegani" terutama oleh kalangan politis dan selebritis hehe. Tanpa wartawan, mereka tak akan pernah jadi terkenal. Walaupun kadang profesi ini jadi terkesan "dihindari" oleh mereka, karena kadang juga ada wartawan yang sedikit "lebay" dalam mencari atau mendapatkan berita sehingga menyentuh batas privacy mereka dengan mengandalkan "kebebasan pers".
Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran lain, namun secara umum dia berisi hal-hal berikut yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung-jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya:

1.  Tanggung-jawab. Tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan memberi masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.

2.  Kebebasan. Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah milik setiap anggota masyarakat (milik publik) dan wartawan menjamin bahwa urusan publik harus diselenggarakan secara publik. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

3.  Independensi. Wartawan harus mencegah terjadinya benturan-kepentingan (conflict of interest) dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau kebenaran.

4.  Kebenaran. Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.

5.  Tak memihak. Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.

6.  Adil dan Ksatria (Fair). Wartawan harus menghormati hak-hak orang dalam terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawab-kan kepada publik bahwa berita itu akurat serta fair. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak.

Wartawan yang tidak mematuhi kode etik sudah bersikap tidak professional. Kode etik merupakan bagian integral dari profisionalisme wartawan.

1.  Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
2.  Jam kerja wartawan adalah 24 jam sehari karena peristiwa yang harus diliputnya sering tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja. Sebagai seorang professional, wartawan harus terjun ke lapangan meliputnya.
3.  Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan bahasa jurnalistik.

4.  Wartawan memiliki da menaati Kode Etik Jurnalistik. Dalam penjelasan disebutkan yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh dewan pers.





UUD RI No 36 Tahun 1999 Telekomunikasi Pasal 9 ayat 2

Dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 dinyatakan bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana 36 dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa  telekomunikasinya, menggunakan dan atau menyewa jaringan  telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Dengan demikian dari pasal diatas bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi yang memerlukan jaringan telekomunikasi dapat menggunakan jaringan yang dimilikinya dan atau menyewa dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lain. Jaringan telekomunikasi yang disewa pada dasarnya digunakan untuk keperluan sendiri, namun apabila disewakan kembali kepada pihak lain, maka yang menyewakan kembali tersebut harus memperoleh izin sebagai penyelengara jaringan telekomunikasi, izin tersebut diperoleh dari menteri yang dalam hal ini adalah Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi. masalah perizinan setiap penyelenggara jasa telekomunikasi diwajibkan untuk memperoleh izin terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan dalam prosedur izin yang berlaku, terutama untuk jasa telekomunikasi yang dikomersialkan.

Rabu, 02 April 2014

Etika Profesi Apoteker

Apotek merupakan tempat pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien sekaligus pada produk (obat). Apotek bersifat social oriented dan business oriented, keduanya harus berjalan seimbang dengan pengelolaan yang baik. Sebgai bagian dari bisnis, selayaknya apoteker menerapkan pula prinsip-prinsip etika dalam bisnis. Terlebihi pelayanan di apotek merupakan pelayanan yang berhubungan langsung dengan manusia sehingga aspek moral dan kemanusiaan harus benar-benar dijunjung tinggi. Para apoteker yang berkecimpung di komunitas merindukan langkah kondusif dinas kesehatan untuk bekerjasama dengan semua organisasi kesehatan, sehingga masyarakat akan dapat memetik keuntungan dengan meningkatnya derajat kesehatan tanpa melemahkan organisasi profesi.

Selama menempuh pendidikan di bangku kuliah, baik untuk tingkat sarjana maupun profesi, seseorang akan lebih banyak mempelajari tentang obat dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Mulai dari bahan baku obat, proses pembuatan obat menjadi produk obat yang bisa digunakan oleh masyarakat, kegunaan atau khasiat obat, cara penggunaan obat, efek samping dari obat, dan lain sebagainya. Pendek kata segala sesuatu yang berkaitan dengan obat dipelajari sebelum menyandang profesi apoteker. Sehingga apoteker merupakan profesi yang seharusnya memiliki pengetahuan yang paling luas tentang obat.

Dimanakah profesi apoteker bisa dijumpai? Sesuai dengan peraturan tentang kefarmasian, maka profesi ini bisa mengabdikan profesinya di beberapa tempat. Tempat yang paling banyak menampung apoteker adalah apotek. Sesuai dengan peraturan pemerintah, apotek harus dibawah tanggung jawab seorang apoteker. Di Indonesia, satu apotek pada umumnya memiliki satu apoteker, kecuali pada beberapa apotek besar. Berbeda dengan di Jepang dimana dalam satu apotek bisa terdapat 10 atau lebih apoteker tergantung pada besar kecilnya apotek. Di apotek Indonesia, dalam menjalankan tugasnya, seorang apoteker dibantu oleh beberapa tenaga teknis seperti asisten apoteker (lulusan SMF atau Akademi Farmasi), juru racik ,kasir atau tenaga lainnya. Di tempat ini seharusnya apoteker lebih banyak berkomunikasi dengan pasien yang menebus obat. Kenapa komunikasi apoteker sebagai tenaga ahli di bidang obat dengan pasien diperlukan? Jawabannya adalah karena banyaknya persoalan-persoalan yang terkait dengan obat. Mulai dari aturan penggunaan, efek samping obat, interaksi obat, kepatuhan pasien dan lain sebagainya. Banyak penelitian yang telah dipublikasikan terkait masalah-masalah ini. Jadi ketika kita sebagai pasien menebus obat di apotek, ada baiknya kita meminta untuk berkonsultasi dengan apoteker. Kalau apotekernya tidak ada di tempat, silahkan buat janji atau jika memungkinkan bisa berkomunikasi lewat telepon dan sebagainya.
Selain di apotek, apoteker juga banyak bekerja di rumah sakit, tepatnya di bagian instalasi farmasi. Bidang tugasnya kurang lebih sama dengan di apotek, bedanya apotek ini berada di dalam instansi rumah sakit. Selain itu apoteker juga bekerja di pabrik produsen obat. Sesuai dengan peraturan pemerintah bahwa bagian produksi dan riset pabrik obat harus di bawah tanggung jawab apoteker. Apoteker juga banyak bekerja di bidang pengawasan obat seperti Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan ( BPOM ). Produsen kosmetik juga menjadi lahan kerja bagi apoteker. Karena kosmetik juga bidang studi yang dipelajari cukup luas di perguruan tinggi farmasi. Kosmetik disamping bertujuan untuk estetika, ada juga yang bertujuan sebagai terapi atau pengobatan.

·         Peranan Apoteker Sebagai Profesional
Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun standar pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/I X/2004.

Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:

1. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3. Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
4. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, terutama pada BAB III, bahwa pelayanan kefarmasian meliput:

1. Pelayanan Resep

a. Skrining Resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi:

  •      Persyaratan Administratif :
- Nama, SIP dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
- Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta
- Cara pemakaian yang jelas
- Informasi lainnya

  •   Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

  •    Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat

  Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

·      Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

·     Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

·      Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
·         Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: dosis, efek farmakologi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

·         Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

·         Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.

3. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

Tugas dan Kewajiban seorang Apoteker Apotek:


  •  Bertanggungjawab atas proses pembuatan obat, meskipun obat dibuat oleh asisten apoteker.
  •   Kehadirannya di tempat bertugas diatur oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
  •   Wajib berada di tempat selama jam apotek buka.
  •  Wajib menerangkan ke konsumen tentang kandungan obat yang ditebus. Penjelasan ini tidak dapat diwakilkan kepada asisten atau petugas apotek.
  •   Membahas dan mendiskusikan resep obat langsung kepada dokter, bukan asisten atau petugas apotek.
  •   Wajib menjaga kerahasiaan resep pasien.

sumber :