Senin, 24 Oktober 2011

KONFLIK APEC

KONFLIK APEC

Sejak berdirinya APEC, badan kerjasama ekonomi ini telah menghadapi berbagai macam tantangan. Di antara tantangan-tantangan tersebut adalah masalah dominasi AS dalam APEC, pergeseran misi APEC dan perpecahan dalam APEC. Dalam penjelasan berikut ini, penulis akan menguraikan setiap tantangan tersebut secara rinci.

a. Dominasi AS Di Dalam APEC

AS dengan kebijakan politik luar negerinya yang mengedepankan power selalu berusaha menjadi controller dalam berbagai forum kerjasama internasional, termasuk dalam APEC. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2003 di Bangkok, Thailand, pada tanggal 20 Oktober, 2003, isu nuklir Korea Utara, terorisme, dan kegagalan pembahasan sistem perdagangan dunia mendominasi hari pertama. Fakta ini membuktikan dominasi Amerika Serikat atas penyusunan topik yang dibahas di APEC.

Bahkan sebelum pelaksanaan KTT tersebut, AS sudah mengambil langkah-langkah awal untuk memantapkan dominasinya di APEC. Dalam tur Asia sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush telah mencanangkan penekanan isu terorisme di forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Sebelum tiba di Bangkok, Bush mendarat di Tokyo, kemudian di Filipina, dengan tujuan menggalang dukungan Asia untuk membasmi terorisme. Misi Bush yang lain adalah meraih dukungan soal rekonstruksi di Irak. Bush juga sudah menekankan bahwa dalam pertemuan puncak APEC dia akan menekankan "dunia ini masih berbahaya".

Tentu saja banyak pihak merasa keberatan dengan sikap AS dan agenda politiknya dalam KTT APEC. Namun demikian, untuk mengurangi kritikan bahwa APEC telah didominasi oleh AS melalui pemaksaan pembahasan isu-isu non ekonomi, pihak AS mencoba memberikan argumentasi soal itu. Pada rangkaian pertemuan menteri perdagangan dan menteri luar negeri APEC di Thailand pada minggu pertama bulan Oktober 2003, AS lewat forum APEC memberikan sinyal bahwa buruknya keamanan akan bisa merusak perekonomian anggota APEC yang merupakan tempat bagi 60 persen kegiatan perekonomian dunia. Pihak AS lebih lanjut menegaskan bahwa keamanan dan ekonomi tidak terpisahkan.[7]

Dominasi AS juga nampak sekali dalam usulan mereka untuk membahas masalah nilai tukar Yuan (mata uang Cina). Dalam pertemuan bilateral selama masa KTT APEC 2003, Bush dan Presiden Cina Hu Jintao setuju untuk menunjuk para ahli membentuk panel. Tujuannya, menjajaki tentang bagaimana Beijing bisa membuat nilai yuan dapat mendekati nilai pasar. Sampai saat pelaksanaan KTT tersebut Cina masih mengontrol dan mematok nilai yuan. Usulan AS ini berawal dari keluhan para pebisnis AS yang mengeluh bahwa yuan memiliki nilai yang terlalu rendah (vastly undervalued). Kondisi ini membuat harga komoditas ekspor Cina menjadi murah dan menyerbu pasaran AS. Hal itu telah pula menyebabkan tergerogotinya sejumlah kesempatan kerja di AS. Faktor tersebut telah membuat AS berusaha keras untuk menekan Cina supaya mengambil kebijakan dalam bidang keuangan yang tidak merugikan kepentingan pelaku-pelaku bisnis AS.

b. Pergeseran Misi APEC

Dalam KTT-KTT APEC akhir-akhir ini, pembahasan APEC tidak lagi terfokus pada masalah-masalah ekonomi, akan tetapi justru berkisar pada isu-isu non-ekonomi. Ini merupakan bukti nyata bahwa karena dominasi AS di APEC maka misi APEC telah mengalami pergeseran.

Anggota-anggota APEC sendiri banyak yang telah menyadari pergeseran misi APEC tersebut di atas. Menanggapi pergeseran misi ini, sejumlah anggota forum APEC merasa keberatan karena persoalan keamanan telah mengurangi penekanan APEC terhadap perekonomian dan isu perdagangan. Topik non-ekonomi juga mengurangi fokus pembahasan pada penghidupan kembali sistem perdagangan multilateral yang gagal pada pertemuan di Cancun, Meksiko, awal September 2003.

Mahathir Mohamad, yang pada tahun 2003 masih menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia mengatakan, bahwa APEC dibentuk sebagai satu kelompok kerja sama ekonomi. Itulah sebabnya Malaysia dan beberapa anggota APEC tidak setuju pengabaian isu ekonomi dengan mengutamakan isu keamanan, militer, atau politik yang bukan merupakan misi APEC. Untuk menjaga supaya APEC kembali pada misi awalnya, beberapa pemimpin negara anggota APEC mencoba mendesakkan pembahasan isu ekonomi dalam pertemuan-pertemuan APEC. Mereka menekankan pentingnya menciptakan peraturan global perdagangan untuk menghasilkan pertumbuhan yang berimbang. Mereka meminta agar agenda pembahasan perdagangan didorong, termasuk oleh APEC.

c. Perpecahan Dalam APEC

Perpecahan dalam tubuh APEC semakin kelihatan nyata. Pada KTT APEC 2003 saja terdapat dua hal penting yang mengindikasikan adanya perseteruan dan perpecahan dalam tubuh APEC. Seperti biasanya, di sela pertemuan APEC 2003, Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan-pernyataan diplomatic yang dapat membahayakan kesatuan anggota-anggota APEC. Dalam KTT APEC 2003, lewat Condoleezza Rice, yang waktu itu menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional Bush, AS mengecam PM Malaysia. Kecaman ini dilontarkan AS sehubungan dengan pernyataan Mahathir pada KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) bahwa Yahudi mengatur dunia secara tidak langsung. AS mengatakan, pernyataan Mahathir seperti itu bukan hanya terjadi sekali, tetapi sudah beberapa kali dan AS tidak dapat mentolerir pernyataan racist semacam itu. Tentu saja pernyataan AS ini menciptakan suatu perseteruan diplomatic antara AS dan Malaysia. Bila hal ini dibiarkan saja, besar kemungkinan bahwa keharmonisan antar anggota APEC dapat terganggu. Bukan hanya menyerang Malaysia, AS juga menyerang junta militer di Myanmar dalam KTT APEC 2003. AS mengecam keras penahanan pejuang demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan kegagalan Myanmar memperkenalkan demokrasi. Kecaman ini sudah pasti membuat pihak Myanmar berang dan makin menjaga jarak dengan AS.

Ketika pertemuan para pemimpin APEC berlangsung di Santiago, para pebisnis dan ekonom di Asia Pasifik mengkritik APEC sebagai suatu forum kerjasama yang tidak mengalami kemajuan yang berarti terutama dalam enam tahun terakhir. Bahkan dalam usianya yang sudah 19 tahun, APEC dinilai terancam pecah. Niat APEC untuk mengurangi hambatan pada aliran perdagangan dan investasi tidak memperlihatkan gerakan. Menurut ekonom terpandang AS, APEC sedang berubah ke sistem perdagangan global yang terbagi tiga (tripolar global trading system). Hal itu menjadi ancaman bagi kesatuan APEC dan bertentangan dengan semangat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Potensi keterpecahan APEC itu diutarakan ekonom AS, Dr Fred C Bergsten. Pada awal 1990-an, Bergsten merupakan bagian kelompok terkemuka (eminent persons group/EPG), yang membidani perkembangan APEC. Dia mengatakan, APEC kini tampaknya lebih tumpul. Liberalisasi Sukarela Sektoral Secara Dini (The Early Voluntary Sectoral Liberalization)-diprakarsai oleh AS untuk membuat APEC segera mengurangi hambatan perdagangan dan investasi di sektor tertentu-gagal terrealisasi karena penolakan Jepang.

Rencana-rencana Aksi Individu (The Individual Action Plans/IAP), yang diharapkan sebagai cetak biru bagi anggota untuk mempercepat liberalisasi perdagangan, hanya berakhir tak lebih dari sekadar laporan nasional. APEC didasarkan pada asas sukarela atas inisiatif sendiri. Anggota APEC punya rencana sendiri-sendiri (IAP) soal percepatan liberalisasi itu.

Namun, penurunan tarif global berjalan lambat-termasuk di APEC, yang dipicu oleh kegagalan WTO-mempercepat liberalisasi perdagangan. Sejumlah anggota APEC mulai menciptakan kesepakatan perjanjian perdagangan bilateral sendiri atau dengan beberapa negara di kawasan.

Padahal, rencana APEC adalah untuk membentuk satu kawasan perdagangan bebas tahun 2010 bagi anggotanya yang lebih maju dan tahun 2020 bagi anggota yang masih berkembang. Selain ada sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang sudah terbentuk, sejumlah perjanjian baru dalam proses perundingan. Dan semua itu bukan dalam semangat tema APEC Cile 2004 "One Community, Our Future".

Di Asia misalnya, 10 negara anggota ASEAN bersama Jepang, Korea Selatan, dan India sedang mengarah pada pembentukan kelompok perdagangan tersendiri mencakup 3 miliar penduduk.

Perundingan untuk formulasi Kawasan Perdagangan Bebas Amerika (Free Trade Area of the Americans) juga sedang berlangsung. "Perjanjian seperti itu berkembang pesat dan membentuk pengelompokan di APEC sendiri. Muncul peraturan perdagangan yang saling tumpang tindih dan perjanjian perdagangan itu berkualitas rendah," kata Fred C Bergsten.

Ekonom dari Korea Selatan, Kim Kih-wan, juga mengingatkan bahwa kesepakatan itu bersifat diskriminatif dan akan mengalihkan arus perdagangan di APEC menjadi antarkelompok sendiri. Kim mengatakan, kesepakatan perdagangan di APEC telah terpecah menjadi kelompok Asia dan Amerika, padahal Asia Pasifik memiliki APEC.

Hal itu bertentangan dengan semangat WTO yang meminta agar perjanjian perdagangan bersifat umum, berlaku bagi semua negara untuk mencapai efisiensi pada perekonomian global. "Pembentukan kawasan perdagangan bebas seperti itu akan menciptakan hostility (tindakan bermusuhan) dalam konteks perdagangan," kata Kim, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kerja Sama Ekonomi Pasifik (Pacific Economic Cooperation Council), think tank berpengaruh di APEC. "Hal itu mengingatkan saya pada situasi sebelum Perang Dunia II ketika terjadi polarisasi perdagangan global ke dalam tiga kelompok," kata Kim.

Kamis, 20 Oktober 2011

Latar Belakang Dan Struktur APEC

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC)


GAMBARAN UMUM

Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Tujuan forum ini selain untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan juga mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan-kepentingan kawasan dalam konteks multilateral. Mengingat APEC lebih dititikberatkan pada hubungan ekonomi, maka setiap anggota, termasuk negara, disebut sebagai entitas ekonomi. Keanggotaan APEC terdiri dari 21 ekonomi yang terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, PNG, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Chinese Taipei, Thailand, AS dan Vietnam. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh APEC Secretariat, total penduduk di wilayah APEC mencapai 2,6 milyar dengan total GDP mencapai 57 persen (US$ 19,254 milyar) dari GDP dunia, serta total perdagangan APEC mencapai 47 persen dari total perdagangan dunia.Dengan potensi perdagangan dan investasi yang ada di APEC, dalam sepuluh tahun terakhir data ekonomi makro APEC telah menunjukkan peningkatan, antara lain (i) peningkatan ekspor APEC sebesar 113 persen yang mencapai USD 2,5 trilyun; (ii) meningkatnya pertumbuhan foreign direct investment di APEC yaitu sebesar 210 persen untuk seluruh APEC, dan sebesar 475 persen di ekonomi yang berpendapatan rendah, (iii) pertumbuhan GDP sebesar 33 persen untuk seluruh APEC dan 74 persen di ekonomi yang berpendapatan rendah.

Sebagai forum regional, APEC memiliki karakteristik yang membedakannya dari berbagai forum kerjasama ekonomi kawasan lainnya, yakni sifatnya yang tidak mengikat (non-binding). Berbagai keputusan diperoleh secara konsensus dan komitmen pelaksanaannya didasarkan pada kesukarelaan (voluntarism). Selain itu APEC juga dilandasi oleh prinsip-prinsip konsultatif, komprehensif, fleksibel, transparan, regionalisme terbuka dan pengakuan atas perbedaan pembangunan antara ekonomi maju dan ekonomi berkembang. Sejak pembentukannya, berbagai kegiatan APEC telah menghasilkan berbagai komitmen antara lain pengurangan tariff dan hambatan non tariff lainnya di kawasan Asia-Pasifik, menciptakan kondisi ekonomi domestik yang lebih efisien dan meningkatkan perdagangan secara dramatis. Visi utama APEC tertuang dalam 'Bogor Goals' of free and open trade and investment in the Asia-Pacific by 2010 for industrialised economies and 2020 for developing economies yang diterima dan disepakati oleh Kepala Negara dalam pertemuan di Bogor, Indonesia pada tahun 1994.

APEC DAN PERKEMBANGANNYA

Kemajuan pesat yang dialami APEC tidak lepas dari dorongan politis langsung yang diberikan para Pemimpin melalui APEC Economic Leaders Meeting sejak AELM I di Blake Island, AS tahun 1993. Sejak saat itu, telah berlangsung 12 (dua belas) kali pertemuan. Namun demikian, AELM tahun 1993-1996 merupakan tahapan-tahapan penting yang menjadi dasar kerjasama APEC. Tahapan kegiatan APEC telah berkembang dari perumusan visi di Blake ke tahapan target dan komitmen pada AELM II di Indonesia tahun 1994 yang mencatat momentum penting dalam sejarah perkembangan APEC dengan disepakatinya Bogor Goals yang memuat kerangka waktu liberalisasi perdagangan dan investasi secara penuh pada tahun 2010 untuk ekonomi maju, dan 2020 untuk ekonomi berkembang.

Tiga unsur kerjasama APEC, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Para Pemimpin APEC di Bogor tersebut adalah:

· strengthening the open multilateral trading system

· enhancing trade and investment liberalization in the Asia-Pacific; dan

· intensifying Asia-Pacific development cooperation.

Dimasukkannya wacana mengenai kerjasama pembangunan Asia Pasifik (butir 3) merupakan inisiatif Indonesia. Tujuannya, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Bogor, adalah untuk mendorong negara anggota APEC untuk mengembangkan sumber daya alam maupun manusia di kawasan Asia dan Pasifik guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pembangunan yang merata dengan mengurangi jurang ekonomi di antara para anggota APEC. Selanjutnya, pada Pertemuan Pemimpin APEC di Osaka, Jepang tahun 1995, dicatat beberapa perkembangan penting di APEC, antara lain: deklarasi tiga pilar kerjasama APEC berdasarkan Deklarasi Bogor, yaitu Liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi (lebih dikenal sebagai pilar TILF/Trade and Investment Liberalization and Facilitation), serta pilar Economic and Technical Cooperation (ECOTECH); penetapan Osaka Action Agenda (OAA), yang merupakan cetak biru liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi untuk mengarahkan kerjasama ekonomi dan teknik. OAA digunakan sebagai ukuran dalam perancangan rencana kerja dan proyek-proyek APEC, dan terbagi atas: Bagian Pertama yang memuat elaborasi kerja di bawah pilar Trade and Investment Liberalization Facilitation (TILF); dan Bagian Kedua, yang memuat rencana kerja dalam kerangka ECOTECH dan menetapkan bidang-bidang kerjasama sesuai dengan Working Group.

Pada tahun 1996 di Manila, dihasilkan pijakan penting untuk pilar ECOTECH, yaitu deklarasi para pemimpin APEC mengenai Framework for Strengthening Economic Cooperation and Development, yang selanjutnya lebih dikenal sebagai MAPA (Manila APEC Plan of Action). MAPA menetapkan enam wilayah prioritas kerjasama di bawah pilar ECOTECH, yaitu:

a. pengembangan modal sumber daya manusia,

b. menciptakan pasar modal yang aman dan efisien,

c. memperkuat infrastruktur ekonomi,

d. merancang teknologi untuk masa depan,

e. mendorong pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan, serta

f. membangun dasar bagi dan mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM).

Pada tahun 1997 di Vancouver, Canada, APEC menghasilkan proposal untuk Early Voluntary Sectoral Liberalization (EVSL) di 15 sektor dan memutuskan agar update Individual Action Plans (IAP) atau Rencana Aksi Individu (RAI) harus dilakukan setiap tahunnya. Pada tahun 1998 di Kuala Lumpur, Malaysia, APEC menyetujui 9 sektor EVSL dan mendorong persetujuan atas EVSL dari non-APEC members pada tingkat World Trade Organization. Pada tahun 1999 di Auckland, New Zealand, anggota APEC menyampaikan komitmennya untuk melaksanakan paperless trading pada tahun 2005 untuk developed economies dan tahun 2010 untuk developing economies. Pertemuan juga menyetujui skema APEC Business Travel Card serta menghasilkan Mutual Recognition Arrangement on Electrical Equipment dan Framework for the Integration Women in APEC. Pada tahun 2000 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, APEC menghasilkan electronic Individual Action Plan (e-IAP) system yang memungkinkan pemantauan IAP secara online sekaligus meningkatkan akses internet di kawasan APEC tiga kali lipat hingga tahun 2005. Pada tahun 2001 di Shanghai, Republik Rakyat Cina, APEC mengadopsi Shanghai Accord, yang terfokus pada perluasan Visi APEC, memperjelas Roadmap to Bogor dan memperkuat mekanisme implementasi. Pertemuan juga mengadopsi e-APEC Strategy, yang menentukan agenda untuk memperkuat market structures and institutions, memfasilitasi investasi infrastruktur dan teknologi untuk transaksi secara on-line serta mendorong kewirausahaan dan capacity building. Pertemuan di Shanghai menghasilkan Counter-Terrorism Statement APEC yang pertama dan merupakan awal pembahasan isu keamanan dalam APEC.

Pertemuan pada tahun 2002 di Los Cabos, Meksiko berhasil mengadopsi Trade Facilitation Action Plan, Policies on Trade and the Digital Economy and Transparency Standards. Pertemuan menghasilkan pula Counter-Terrorism Statement yang kedua dan mengadopsi inisiatif Secure Trade in the APEC Region (STAR). Pada tahun 2003 di Bangkok, Thailand, pertemuan sepakat untuk mendorong negosiasi WTO Doha Development Agenda (WTO DDA) dan melihat bahwa Free Trade Agreements, Regional Trade Agreements, Bogor Goals dan sistem perdagangan multilateral di bawah skema WTO yang pada prinsipnya bersifat saling komplementer. Pertemuan ke-12 Para Pemimpin Ekonomi APEC yang diselenggarakan di Santiago, Chile, tanggal 20 – 21 November 2004, telah menghasilkan Deklarasi para Pemimpin yang berjudul: Santiago Declaration: “One Community, Our Future”. Sedangkan Pertemuan Tingkat Menteri (APEC Ministerial Meeting/AMM) telah menghasilkan Joint Ministerial Statement AMM ke-16. Pada tahun 2005 di Busan, Korea Selatan, Para Pemimpin Ekonomi APEC sepakat untuk meluncurkan ”Busan Roadmap to Bogor Goals”, melakuakan Mid-Term Stock Take/ evaluasi atas capaian anggota ekonomi APEC dalam merealisasikan Bogor Goals. Selain itu, para Pemimpin Ekonomi APEC juga mengeluarkan sebuah pernyataan bersama yang berisi dukungan kuat APEC atas penyelesaian negosiasi Doha Development Agenda di WTO.

PERKEMBANGAN TERAKHIR APEC

Saat ini ekonomi yang menjadi host APEC adalah Vietnam. Tema yang diambil untuk penyelenggaraan APEC tahun ini adalah “Towards a Dynamic Community for Sustainable Development and Prosperity” dengan Sub Tema “Enhancing Trade and Investment with the Busan Roadmap and Doha Development Agenda, Strengthening Economic and Technical Cooperation for Gap Bridging and Sustainable Development, Improving Secure and Favorable Business Environment, Promoting Community Linkages.” Sebagai perwujudan tema tersebut, telah ditetapkan 8 prioritas APEC 2006 sebagai berikut:

1. Mendorong kerjasama APEC untuk meningkatkan perdagangan dan investasi, melalui:

  • Dukungan APEC terhadap WTO atau Doha Development Agenda (Support for the WTO DDA
  • Pengimplementasian Busan Roadmap to Bogor Goals

2. Meingkatkan daya saing dari Usaha Kecil dan Menengah

3. Mendorong pemerataan kapasitas antar anggota Ekonomi APEC melalui pembangunan sumber daya manusia, Kerjasama di bidang IT, dan kemitraan untuk pembangunan.

4. Meningkatkan human security: Counter terrorism, health security, Disaster Preparedness dan Energy Security.

5. Mendukung anti korupsi dan transparansi

6. Menghubungkan anggota-anggota Ekonomi APEC melalui pariwisata dan pertukaran kebudayaan.

7. Mereformasi APEC menjadi organisasi yang lebih dinamis dan efektif.

8. Mendorong komunikasi lintas budaya (Cross-cultural Communication)

KEANGGOTAAN INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan aktif dalam pembentukan APEC maupun pengembangan kerjasamanya. Keikutsertaan Indonesia dalam APEC sangat didorong oleh kepentingan Indonesia untuk mengantisipasi dan mempersiapkan diri dalam menghadapi perdagangan dunia yang bebas sekaligus mengamankan kepentingan nasional RI. Kontribusi Indonesia terbesar bagi APEC adalah disepakatinya komitmen bersama yang dikenal juga sebagai ‘Tujuan Bogor’ (Bogor Goals) yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi secara penuh pada tahun 2010 untuk ekonomi yang sudah maju, dan tahun 2020 untuk ekonomi berkembang. Komitmen ini menjadi dasar dalam berbagai inisiatif untuk mendorong percepatan penghapusan tarif perdagangan maupun investasi antar anggota APEC.

MANFAAT APEC BAGI INDONESIA

1. APEC merupakan forum yang fleksibel untuk membahas isu-isu ekonomi internasional.

2. APEC merupakan forum konsolidasi menuju era perdagangan terbuka dan sejalan dengan prinsip perdagangan multilateral

3. Peningkatan peran swasta dan masyarakat Indonesia menuju liberalisasi perdagangan. Salah satu pilar APEC yaitu fasilitasi perdagangan dan investasi secara langsung akan memberikan dampak positif bagi dunia usaha di Indonesia yakni kemudahan arus barang dan jasa dari Indonesia ke anggota APEC lainnya. Beberapa inisiatif APEC yang memberikan manfaat kepada dunia usaha di Indonesia antara lain melalui pelaksanaan APEC Business Travel Card (ABTC) serta penyederhanaan prosedur kepabeanan.

4. Peningkatan Human and Capacity Building Indonesia dapat memanfaatkan proyek-proyek APEC untuk peningkatan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia, baik yang disponsori oleh anggota ekonomi tertentu maupun melalui skema APEC.

5. Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan dan investasi Indonesia Pembentukan APEC telah memberikan manfaat terhadap peningkatan arus barang, jasa maupun pertumbuhan ekonomi negara anggota APEC. Indonesia memiliki potensi untuk memanfaatkan potensi pasar APEC bagi peningkatan ekspor maupun arus investasi, khususnya karena mitra dagang utama Indonesia sebagian besar berasal dari kawasan APEC.

6. APEC sebagai forum untuk bertukar pengalaman Forum APEC yang pada umumnya berbentuk “policy dialogue” memiliki manfaat yang sangat besar terutama untuk menarik pelajaran dan pengalaman positif maupun negatif (best practices) anggota APEC lainnya dalam hal pengambilan dan pembuatan kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi.

7. Memproyeksikan kepentingan-kepentingan Indonesia dalam konteks ekonomi internasional

8. APEC merupakan salah satu forum yang memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan-kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.

Selasa, 18 Oktober 2011

Tulisan 5

Menetapkan perubahan

Sebelum langkah-langkah perubahan diambil,pimpinan organisasi harus yakin terlebih dahului bahwa perubahan memang harus dilakukan,baik dalam rangka meningkatkan kemampuan organisasi maupun dalam rangka mempertahankan eksistensi serta pengembangan dan pertumbuhan organisasi selanjutnya.

Keyakinan tersebut didasarkan atas hasil pengkajian dan identifikasi dari berbagai perubahan yang terjadi di luar organisasi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan organisasi.

Menentukan strategi

Apabila pimpinan ogganisasi yakin bahwa perubahan benar-benar harus dilakukan maka pemimpin organisasi harus segera menyusun strategi untuk mewujudkannya.menurut siagian (1983,219),pada umumnya srategi yang terbuka untuk melakukan perubahan dibagi menjadi dua macam,yaitu:

1) Strategi yang bersipat menyeluru dan dilakukan secara simultan,atau

2) Srategi yang bersifat pansial dan dilaksanakan secara inkremental.

Srategi untuk memperkenalkan perubahan dapat dilakukan dengan mempergunakan dua macam pendekatan. Pendekatan yang pertama dinamakan perdekatan unilateral, pendekatan yang kedua dinamakan pendekatan delegasi.