Senin, 24 Oktober 2011

KONFLIK APEC

KONFLIK APEC

Sejak berdirinya APEC, badan kerjasama ekonomi ini telah menghadapi berbagai macam tantangan. Di antara tantangan-tantangan tersebut adalah masalah dominasi AS dalam APEC, pergeseran misi APEC dan perpecahan dalam APEC. Dalam penjelasan berikut ini, penulis akan menguraikan setiap tantangan tersebut secara rinci.

a. Dominasi AS Di Dalam APEC

AS dengan kebijakan politik luar negerinya yang mengedepankan power selalu berusaha menjadi controller dalam berbagai forum kerjasama internasional, termasuk dalam APEC. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2003 di Bangkok, Thailand, pada tanggal 20 Oktober, 2003, isu nuklir Korea Utara, terorisme, dan kegagalan pembahasan sistem perdagangan dunia mendominasi hari pertama. Fakta ini membuktikan dominasi Amerika Serikat atas penyusunan topik yang dibahas di APEC.

Bahkan sebelum pelaksanaan KTT tersebut, AS sudah mengambil langkah-langkah awal untuk memantapkan dominasinya di APEC. Dalam tur Asia sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush telah mencanangkan penekanan isu terorisme di forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Sebelum tiba di Bangkok, Bush mendarat di Tokyo, kemudian di Filipina, dengan tujuan menggalang dukungan Asia untuk membasmi terorisme. Misi Bush yang lain adalah meraih dukungan soal rekonstruksi di Irak. Bush juga sudah menekankan bahwa dalam pertemuan puncak APEC dia akan menekankan "dunia ini masih berbahaya".

Tentu saja banyak pihak merasa keberatan dengan sikap AS dan agenda politiknya dalam KTT APEC. Namun demikian, untuk mengurangi kritikan bahwa APEC telah didominasi oleh AS melalui pemaksaan pembahasan isu-isu non ekonomi, pihak AS mencoba memberikan argumentasi soal itu. Pada rangkaian pertemuan menteri perdagangan dan menteri luar negeri APEC di Thailand pada minggu pertama bulan Oktober 2003, AS lewat forum APEC memberikan sinyal bahwa buruknya keamanan akan bisa merusak perekonomian anggota APEC yang merupakan tempat bagi 60 persen kegiatan perekonomian dunia. Pihak AS lebih lanjut menegaskan bahwa keamanan dan ekonomi tidak terpisahkan.[7]

Dominasi AS juga nampak sekali dalam usulan mereka untuk membahas masalah nilai tukar Yuan (mata uang Cina). Dalam pertemuan bilateral selama masa KTT APEC 2003, Bush dan Presiden Cina Hu Jintao setuju untuk menunjuk para ahli membentuk panel. Tujuannya, menjajaki tentang bagaimana Beijing bisa membuat nilai yuan dapat mendekati nilai pasar. Sampai saat pelaksanaan KTT tersebut Cina masih mengontrol dan mematok nilai yuan. Usulan AS ini berawal dari keluhan para pebisnis AS yang mengeluh bahwa yuan memiliki nilai yang terlalu rendah (vastly undervalued). Kondisi ini membuat harga komoditas ekspor Cina menjadi murah dan menyerbu pasaran AS. Hal itu telah pula menyebabkan tergerogotinya sejumlah kesempatan kerja di AS. Faktor tersebut telah membuat AS berusaha keras untuk menekan Cina supaya mengambil kebijakan dalam bidang keuangan yang tidak merugikan kepentingan pelaku-pelaku bisnis AS.

b. Pergeseran Misi APEC

Dalam KTT-KTT APEC akhir-akhir ini, pembahasan APEC tidak lagi terfokus pada masalah-masalah ekonomi, akan tetapi justru berkisar pada isu-isu non-ekonomi. Ini merupakan bukti nyata bahwa karena dominasi AS di APEC maka misi APEC telah mengalami pergeseran.

Anggota-anggota APEC sendiri banyak yang telah menyadari pergeseran misi APEC tersebut di atas. Menanggapi pergeseran misi ini, sejumlah anggota forum APEC merasa keberatan karena persoalan keamanan telah mengurangi penekanan APEC terhadap perekonomian dan isu perdagangan. Topik non-ekonomi juga mengurangi fokus pembahasan pada penghidupan kembali sistem perdagangan multilateral yang gagal pada pertemuan di Cancun, Meksiko, awal September 2003.

Mahathir Mohamad, yang pada tahun 2003 masih menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia mengatakan, bahwa APEC dibentuk sebagai satu kelompok kerja sama ekonomi. Itulah sebabnya Malaysia dan beberapa anggota APEC tidak setuju pengabaian isu ekonomi dengan mengutamakan isu keamanan, militer, atau politik yang bukan merupakan misi APEC. Untuk menjaga supaya APEC kembali pada misi awalnya, beberapa pemimpin negara anggota APEC mencoba mendesakkan pembahasan isu ekonomi dalam pertemuan-pertemuan APEC. Mereka menekankan pentingnya menciptakan peraturan global perdagangan untuk menghasilkan pertumbuhan yang berimbang. Mereka meminta agar agenda pembahasan perdagangan didorong, termasuk oleh APEC.

c. Perpecahan Dalam APEC

Perpecahan dalam tubuh APEC semakin kelihatan nyata. Pada KTT APEC 2003 saja terdapat dua hal penting yang mengindikasikan adanya perseteruan dan perpecahan dalam tubuh APEC. Seperti biasanya, di sela pertemuan APEC 2003, Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan-pernyataan diplomatic yang dapat membahayakan kesatuan anggota-anggota APEC. Dalam KTT APEC 2003, lewat Condoleezza Rice, yang waktu itu menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional Bush, AS mengecam PM Malaysia. Kecaman ini dilontarkan AS sehubungan dengan pernyataan Mahathir pada KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) bahwa Yahudi mengatur dunia secara tidak langsung. AS mengatakan, pernyataan Mahathir seperti itu bukan hanya terjadi sekali, tetapi sudah beberapa kali dan AS tidak dapat mentolerir pernyataan racist semacam itu. Tentu saja pernyataan AS ini menciptakan suatu perseteruan diplomatic antara AS dan Malaysia. Bila hal ini dibiarkan saja, besar kemungkinan bahwa keharmonisan antar anggota APEC dapat terganggu. Bukan hanya menyerang Malaysia, AS juga menyerang junta militer di Myanmar dalam KTT APEC 2003. AS mengecam keras penahanan pejuang demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan kegagalan Myanmar memperkenalkan demokrasi. Kecaman ini sudah pasti membuat pihak Myanmar berang dan makin menjaga jarak dengan AS.

Ketika pertemuan para pemimpin APEC berlangsung di Santiago, para pebisnis dan ekonom di Asia Pasifik mengkritik APEC sebagai suatu forum kerjasama yang tidak mengalami kemajuan yang berarti terutama dalam enam tahun terakhir. Bahkan dalam usianya yang sudah 19 tahun, APEC dinilai terancam pecah. Niat APEC untuk mengurangi hambatan pada aliran perdagangan dan investasi tidak memperlihatkan gerakan. Menurut ekonom terpandang AS, APEC sedang berubah ke sistem perdagangan global yang terbagi tiga (tripolar global trading system). Hal itu menjadi ancaman bagi kesatuan APEC dan bertentangan dengan semangat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Potensi keterpecahan APEC itu diutarakan ekonom AS, Dr Fred C Bergsten. Pada awal 1990-an, Bergsten merupakan bagian kelompok terkemuka (eminent persons group/EPG), yang membidani perkembangan APEC. Dia mengatakan, APEC kini tampaknya lebih tumpul. Liberalisasi Sukarela Sektoral Secara Dini (The Early Voluntary Sectoral Liberalization)-diprakarsai oleh AS untuk membuat APEC segera mengurangi hambatan perdagangan dan investasi di sektor tertentu-gagal terrealisasi karena penolakan Jepang.

Rencana-rencana Aksi Individu (The Individual Action Plans/IAP), yang diharapkan sebagai cetak biru bagi anggota untuk mempercepat liberalisasi perdagangan, hanya berakhir tak lebih dari sekadar laporan nasional. APEC didasarkan pada asas sukarela atas inisiatif sendiri. Anggota APEC punya rencana sendiri-sendiri (IAP) soal percepatan liberalisasi itu.

Namun, penurunan tarif global berjalan lambat-termasuk di APEC, yang dipicu oleh kegagalan WTO-mempercepat liberalisasi perdagangan. Sejumlah anggota APEC mulai menciptakan kesepakatan perjanjian perdagangan bilateral sendiri atau dengan beberapa negara di kawasan.

Padahal, rencana APEC adalah untuk membentuk satu kawasan perdagangan bebas tahun 2010 bagi anggotanya yang lebih maju dan tahun 2020 bagi anggota yang masih berkembang. Selain ada sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang sudah terbentuk, sejumlah perjanjian baru dalam proses perundingan. Dan semua itu bukan dalam semangat tema APEC Cile 2004 "One Community, Our Future".

Di Asia misalnya, 10 negara anggota ASEAN bersama Jepang, Korea Selatan, dan India sedang mengarah pada pembentukan kelompok perdagangan tersendiri mencakup 3 miliar penduduk.

Perundingan untuk formulasi Kawasan Perdagangan Bebas Amerika (Free Trade Area of the Americans) juga sedang berlangsung. "Perjanjian seperti itu berkembang pesat dan membentuk pengelompokan di APEC sendiri. Muncul peraturan perdagangan yang saling tumpang tindih dan perjanjian perdagangan itu berkualitas rendah," kata Fred C Bergsten.

Ekonom dari Korea Selatan, Kim Kih-wan, juga mengingatkan bahwa kesepakatan itu bersifat diskriminatif dan akan mengalihkan arus perdagangan di APEC menjadi antarkelompok sendiri. Kim mengatakan, kesepakatan perdagangan di APEC telah terpecah menjadi kelompok Asia dan Amerika, padahal Asia Pasifik memiliki APEC.

Hal itu bertentangan dengan semangat WTO yang meminta agar perjanjian perdagangan bersifat umum, berlaku bagi semua negara untuk mencapai efisiensi pada perekonomian global. "Pembentukan kawasan perdagangan bebas seperti itu akan menciptakan hostility (tindakan bermusuhan) dalam konteks perdagangan," kata Kim, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kerja Sama Ekonomi Pasifik (Pacific Economic Cooperation Council), think tank berpengaruh di APEC. "Hal itu mengingatkan saya pada situasi sebelum Perang Dunia II ketika terjadi polarisasi perdagangan global ke dalam tiga kelompok," kata Kim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar