BERAS MERAH CHINA atau angkak merupakan pengawet dan pewarna
makanan alami dan menyehatkan. Juga dianggap sebagai obat bermacam penyakit.
Berdasarkan penelitian, produk olahan dari beras ini bisa menurunkan kelebihan
kolesterol.
Kata angkak kian sering terdengar seiring merebaknya kasus demam
berdarah dengue (DBD). Kasus DBD muncul secara rutin setiap tahun, khususnya di
musim hujan. Beberapa warga masyarakat percaya bahwa angkak dapat digunakan
sebagai obat pendongkrak trombosit.
Sejauh ini memang belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk
mendukung hal tersebut. Namun, bila bukti-bukti empiris di masyarakat telah
menunjukkan hal tersebut, tentu tidak ada salahnya untuk dicoba. Dalam tulisan
berikut pembahasan tentang angkak hanya dikaitkan dengan perannya sebagai
pewarna, pengawet, serta penurun kolesterol darah.
Angkak ialah produk hasil fermentasi dengan substrat beras yang
menghasilkan warna merah karena aktifitas kapang Monascus purpureus. Angkak secara
tradisional telah lama dimanfaatkan sebagai bumbu, pewarna dan obat, termasuk
di antaranya adalah obat demam. Angkak adalah produk beras (putih) yang
difermentasikan hingga warnanya menjadi merah gelap. Karena warna merahnya,
angkak sering disebut beras merah, sehingga menjadi rancu dengan sebutan beras
merah padanan dari brown rice dalam bahasa Inggris. Padahal antara angkak dan
brown rice berbeda. Beberapa nama lain/sebutan lain untuk angkak adalah Fung
khiuk, beni-koju, CholestinTM, Hong qu, Hung-chu, Monascus , Red koji, Red
Leaven, Red Rice, Red Rice Yeast, Xue Zhi Kang (setelah diextract dalam
alcohol) , Zhi Tai (dalam bentuk bubuk).
Angkak ini adalah produk fermentasi yang berasal dari negara
China. Pembuatan pertama dilakukan oleh Dinasti Ming yang berkuasa pada abad
ke-14 sampai abad ke-17. Dalam teks tradisional The Ancient Chinese
Pharmacopoeia disebutkan bahwa angkak digunakan sebagai obat untuk melancarkan
pencernaan dan sirkulasi darah. Angkak menjadi konsumsi harian masyarakat Cina
terutama sebagai pengawet dan penyedap makanan. Penduduk Taiwan memilih
meminumnya dalam bentuk anggur beras. Sebenarnya angkak tidak mempunyai rasa.
Etnis Cina mempunyai kebiasaan mencampurkan angkak agar perut nyaman setelah
makan dan masakan berwarna merah lebih menarik.
Angkak dapat pula dibuat dari bahan-bahan sumber karbon lain
seperti gadung, kentang, ganyong, suweg, ubi jalar, dan tapioka tetapi
intensitas warna yang dihasilkan tidak sebaik pada beras. Nama angkak diduga
berasal dari jenis kapang (“jamur”) yang dimanfaatkan sebagai biang fermentasi,
yakni Monascus. Walaupun demikian, angkak dibuat dengan kapang jenis lainnya
seperti Monascus purpurea dan Monascus pilasus sebagai biang. Angkak juga
memiliki beberapa khasiat yang diperlukan oleh tubuh, diantaranya adalah
meningkatkan jumlah trombosit pada penderita demam berdarah, menurunkan tekanan
darah, sebagai pewarna alami makanan selain itu juga dapat digunakan sebagai
pembangkit rasa makanan.
Penggunaan & Penyajian Angkak
Umumnya angkak menjadi konsumsi harian masyarakat etnis Tionghoa
terutama sebagai pengawet dan penyedap makanan. Mereka mempunyai kebiasaan
mencampurkan angkak dalam masakan agar perut nyaman setelah makan dan masakan
berwarna merah lebih menarik. Penduduk Taiwan memilih meminumnya dalam bentuk
anggur beras. Sebenarnya angkak tidak mempunyai rasa. Namun perlu diperhatikan
juga penggunaannya dalam masakan, karena bila jumlahnya terlalu banyak akan
menimbulkan rasa yang sedikit pahit.
Cara paling sederhana untuk memperoleh manfaat angkak adalah
dengan cara menyeduh (atau juga bisa direbus) kurang lebih 30 – 100 gr angkak
dengan air panas sebanyak 2 gelas (sekitar 500ml) hingga berubah warna, saring,
kemudian diamkan hingga dingin dahulu baru siap untuk diminum.
Sekarang ini pun bisa ditemui ekstrak angkak ini dalam bentuk
kapsul suplemen yang dijual di apotek-apotek (misalnya Cholestin).
Dosis dan Efek Samping
Sejauh ini, belum ada penelitian yang benar-benar bisa membatasi
jumlah maksimal konsumsi angkak yang dianjurkan untuk kesehatan. Menurut
penelitian sendiri, jumlah angkak yang dikonsumsi rata-rata per hari di Asia
adalah sekitar 14 – 55 gram. Bisa dibilang angkak cukup aman untuk dikonsumsi
sehari-hari. Namun demikian, tentu perlu diwaspadai juga agar jangan sampai
terlalu berlebihan. Karena seperti kita tahu, apapun yang terlalu berlebihan
dikonsumsi tentunya kurang baik bagi kesehatan.
Efek sampingnya sendiri terbilang cukup aman. Hanya ada
kemungkinan alergi pada kasus tertentu yang sangat jarang ditemui. Namun karena
dikhawatirkan adanya mekanisme Monacolin dalam liver, maka dianjurkan sebaiknya
orang yang memiliki masalah dengan liver atau ginjalnya (sedang dalam masa
pengobatan) ataupun wanita yang sedang hamil/menyusui untuk tidak mengkonsumsi
angkak (menurut Medline Plus dan Medical Nutritional Institute).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar