1. Wujud : Artinya Ada
Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah
Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi
Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan
lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang
menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan
Al-Ashaari wujud itu ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena
tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah
SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini
mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa
yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang
menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )
2. Qidam :
Artinya Sedia
Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud
Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian
tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika
sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka
hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat
Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama
maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua
perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka
qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi
tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah
qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian :
· Qadim
Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )
· Qadim
Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )
· Qadim
Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada
anak )
· Qadim
Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati )
tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala.
3. Baqa’ : Artinya Kekal
Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah
SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala.
Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa
Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan
kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi,
Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara
tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat
dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa
melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking
manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad
semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana
ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan
permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :
· Tiada
permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.
· Ada
permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan
lain-lain lagi.
· Ada
permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara
yang diatas tadi ( Kedua ).
4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith.
Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu.
Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang
baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan
Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau
perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh
Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis
leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam
masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang
baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi
ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada
segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja.
Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan
Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap )
secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha
Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu.
5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi :
Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya .
Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada
zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat
daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang
menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada
perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan
mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada
sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah
karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT.
Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan
hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas
sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau
ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya
kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik )
maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka
balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah
Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat
itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya,
terbahagi kepada empat bagian :
·
Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah
SWT.
·
Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala
aradh ( segala sifat yang baharu ).
·
Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang
menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
·
Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah
Ta’ala.
6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa
Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan
berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang
muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan
Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti
tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan
lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang
bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah
Ta’ala.
Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan
Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya )
Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua
qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan
yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana
sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu
menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai
pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan
Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT
sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau
jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada
perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan
tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha
dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat
Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu :
1.
Kam Muttasil pada zat.
2.
Kam Munfasil pada zat.
3.
Kam Muttasil pada sifat.
4.
Kam Munfasil pada sifat.
5.
Kam Munfasil pada perbuatan.
Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan
perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan
tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah
Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman.
7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah
Allah SWT.
Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap
sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit (
tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan
meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia
itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan
, hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan
iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman
seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.
a. Iktiqad Qadariah :
Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat .
Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan yang dilakukan manusia
itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan
ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut dengan kuasa
Allah SWT.
b. Iktiqad Jabariah :
Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar (
Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan makhluk bergantung
kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh
memilih samasekali ).
c. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah :
Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang
mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad
bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak memberi bekas segala
perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di sengaja pada zahir
itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas sebenarnya
sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada usaha
dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba
adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan
tegahan ( ada pahala dan dosa ).
8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah
Ta’ala.
Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya
atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri
pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah
yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki
tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal
yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan
daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan
sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian )
di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah
kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat
77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan
di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi
akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT.
9. ‘Ilmu : Artinya : Mengetahui
Allah Ta’ala .
Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap
sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah
satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah
Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu
tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah
Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini.
10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi
azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat
daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’
Bashar dan Kalam.
11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah
Ta’ala.
Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim
lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada
tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar
kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan
diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising ,
bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan
segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang
bermaksud :
” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui “.
( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 )
12. Bashar : Artinya : Melihat Allah
Ta’ala .
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang
qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat
Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau
dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah
Ta’ala yang bermaksud : ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka
kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 )
13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah
Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang
qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang
diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib
sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku Allah , tiada tuhan
melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang mustahil
sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani )
bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah –
Ayat 73). Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang
bermaksud : ” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu
perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96). Kalam Allah Ta’ala itu satu
sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara
yang dikatakan Yaitu :
1. Menunjuk kepada
‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.
2. Menunjuk kepada
nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
3. Menunjuk kepada
khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
4. Menunjuk kepada
wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat
balasan syurga dan lain-lain.
5. Menunjuk kepada
wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu &
bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
14. Kaunuhu Qadiran : Artinya :
Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat
Qudrat.
15.Kaunuhu Muridan : Artinya :
Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat
Iradat.
16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya :
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat
‚Ilmu.
17.Kaunuhu Hayyun : Artinya :
Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat
Hayat.
18.Kaunuhu Sami’an : Artinya :
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat
Sama’.
19.Kaunuhu Bashiran : Artinya :
Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada
).
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat
Bashar.
20.Kaunuhu Mutakalliman :
Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat
Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat
Kalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar